Colorado Action – Debt Collector kembali menjadi sorotan publik setelah munculnya desakan dari sejumlah anggota DPR yang menilai aturan penagihan oleh pihak ketiga ini perlu ditinjau ulang. Banyak laporan dari masyarakat mengenai praktik kasar dan tidak manusiawi yang dilakukan oleh oknum penagih utang di lapangan. DPR menilai perlindungan terhadap debitur masih sangat lemah dan belum seimbang dengan hak lembaga keuangan. Menurut beberapa legislator, negara harus hadir untuk memastikan proses penagihan berjalan dengan cara yang manusiawi, transparan, dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemerintah diminta memperketat regulasi serta menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Debt Collector yang tidak sesuai prosedur.
“Baca Juga : Kenapa Generasi Z Paling Aktif dalam Aksi Kemanusiaan?”
Desakan dari DPR muncul karena meningkatnya keluhan masyarakat terhadap praktik penagihan utang yang dilakukan oleh Debt Collector. Banyak warga yang mengaku mendapat tekanan psikologis, ancaman fisik, bahkan intimidasi di tempat umum. Legislator menilai bahwa kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan aturan yang ada. DPR menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penagihan agar hak konsumen tetap terlindungi. Pemerintah juga diharapkan mengeluarkan kebijakan baru yang lebih berimbang, di mana lembaga pembiayaan tetap bisa menagih kewajibannya tanpa mengorbankan hak asasi manusia. Dengan demikian, praktik Debt Collector bisa berjalan secara profesional dan etis.
Banyak anggota DPR menilai bahwa perlindungan hukum bagi debitur masih tertinggal jauh dibanding perlindungan untuk kreditur. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus penagihan yang melibatkan Debt Collector tanpa pengawasan ketat dari otoritas berwenang. Legislator menekankan bahwa setiap debitur berhak mendapatkan perlakuan adil dan bebas dari intimidasi. Dalam konteks ini, negara wajib hadir sebagai penengah yang menjamin keadilan bagi kedua belah pihak. DPR mendorong agar dibuat mekanisme hukum yang memastikan setiap proses penagihan dilakukan sesuai aturan dan etika. Upaya ini diharapkan mampu menekan praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh Debt Collector di lapangan.
Selain perlindungan hukum, DPR juga menyoroti kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan praktik penagihan oleh Debt Collector. Saat ini, belum ada standar nasional yang mengatur dengan jelas batasan dan prosedur dalam menagih utang kepada debitur. Akibatnya, banyak pihak yang menggunakan cara-cara tidak etis hanya demi menekan nasabah agar membayar kewajibannya. DPR menilai pengawasan langsung oleh lembaga keuangan dan pihak berwenang sangat diperlukan agar praktik semacam ini tidak berulang. Pemerintah diharapkan segera menyusun regulasi yang mengatur pelatihan, sertifikasi, dan sanksi bagi penagih utang agar sistem lebih profesional serta menghormati hak masyarakat.
Kontroversi seputar Debt Collector menjadi momentum penting bagi DPR dan pemerintah untuk memperbaiki sistem keuangan nasional. Prinsip keadilan dan kemanusiaan harus menjadi dasar dalam setiap kegiatan penagihan. DPR berharap kebijakan yang dihasilkan nantinya mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan lembaga keuangan dan hak debitur. Dunia perbankan dan pembiayaan juga perlu memperkuat sistem internal agar tidak lagi bergantung sepenuhnya pada pihak ketiga dalam penagihan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan praktik penagihan di Indonesia bisa lebih beradab, manusiawi, dan sesuai dengan nilai hukum yang berlaku.