Colorado Action – Bahlil kembali mencuri perhatian publik dengan pernyataannya mengenai lambatnya masuknya investasi asing ke sektor panas bumi di Indonesia. Padahal negara ini memiliki potensi sumber daya panas bumi yang melimpah dan bahkan termasuk salah satu yang terbesar di dunia. Namun fakta di lapangan menunjukkan minat investor masih sangat rendah. Menurut Bahlil, ada sejumlah faktor yang membuat para pelaku usaha asing berpikir dua kali sebelum menanamkan modal. Mulai dari persoalan regulasi, kepastian hukum, hingga perhitungan keuntungan jangka panjang. Pernyataan ini memunculkan diskusi luas tentang bagaimana Indonesia bisa menarik minat investor agar energi bersih yang ramah lingkungan ini bisa lebih berkembang.
“Baca Juga : Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dalam Kasus Korupsi Besar”
Dalam penjelasannya, Bahlil menyoroti hambatan regulasi yang masih menjadi penghalang utama masuknya investasi panas bumi. Meski pemerintah sudah membuka ruang lebih besar, para investor sering mengeluhkan proses perizinan yang panjang dan berbelit. Hal ini membuat proyek panas bumi sulit berkembang dengan cepat. Bahlil menekankan bahwa kepastian regulasi menjadi salah satu faktor utama yang dinantikan oleh investor global. Tanpa adanya aturan yang jelas dan konsisten, modal asing akan ragu masuk. Sektor energi baru terbarukan seperti panas bumi membutuhkan investasi besar di awal sehingga kepastian hukum sangat krusial. Pemerintah pun dituntut untuk menghadirkan iklim usaha yang kondusif agar potensi besar ini tidak sia sia.
Menurut Bahlil, masalah lain yang membuat investor ragu masuk ke sektor panas bumi adalah risiko finansial yang dianggap terlalu tinggi. Pembangunan infrastruktur dan eksplorasi awal memerlukan biaya besar dengan pengembalian modal yang cukup lama. Tidak semua investor berani menaruh modal di proyek semacam ini, apalagi jika regulasi belum sepenuhnya mendukung. Bahlil menegaskan bahwa pemerintah harus bisa memberikan insentif atau jaminan tertentu agar investor merasa aman. Tanpa adanya dukungan yang jelas, para investor cenderung lebih memilih sektor lain yang dianggap lebih cepat mendatangkan keuntungan. Risiko teknis dalam eksplorasi juga menambah keraguan, karena cadangan panas bumi tidak selalu mudah diakses meskipun potensinya besar.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, namun pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Bahlil menyebut bahwa baru sebagian kecil cadangan panas bumi yang sudah dikembangkan. Sementara sisanya belum tersentuh karena kendala investasi dan teknologi. Kondisi ini membuat publik bertanya mengapa sumber daya sebesar itu justru belum dimanfaatkan maksimal. Padahal energi panas bumi bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang merusak lingkungan. Jika hambatan regulasi dan risiko bisa diatasi, maka sektor ini berpotensi menjadi motor utama transisi energi di Indonesia. Sayangnya hingga kini peluang tersebut masih belum menarik cukup banyak minat dari investor asing.
Pemerintah disebut sedang menyiapkan berbagai langkah strategis untuk meningkatkan minat investasi di sektor panas bumi. Bahlil menjelaskan bahwa beberapa kebijakan insentif fiskal dan kemudahan perizinan sedang dirancang. Tujuannya agar investor merasa lebih percaya diri menanamkan modal di Indonesia. Selain itu pemerintah juga menjalin komunikasi intensif dengan berbagai pihak agar hambatan teknis dan non teknis bisa diatasi. Langkah ini diharapkan mampu mendorong percepatan proyek panas bumi yang selama ini berjalan lambat. Dengan perbaikan iklim usaha dan regulasi yang lebih sederhana, sektor energi terbarukan bisa menjadi lebih kompetitif. Harapannya Indonesia tidak hanya menjadi pemilik potensi, tetapi juga pemain utama dalam energi hijau di kancah global.