Colorado Action – Di tengah keterbatasan fasilitas dan medan yang sulit, para guru di SDN Cigoong 1 tetap hadir setiap hari. Sekolah dasar yang terletak di daerah Merak ini menjadi saksi bagaimana dedikasi mengalahkan segala rintangan. Murid-murid datang dengan semangat, meski jalanan berlumpur atau cuaca tak bersahabat. Para guru, sebagian besar berasal dari luar daerah, mengajar dengan hati. Mereka tahu bahwa pendidikan adalah satu-satunya harapan bagi anak-anak di sana. Bukan sekadar profesi, mengajar telah menjadi misi hidup.
“Baca Juga : Kebijakan Publik Soal Hak Buruh Karyawan Pabrik, Jika Perusahaan Memutus Kontrak Kerja”
Bangunan sekolah hanya terdiri dari beberapa ruang. Atapnya bocor, dindingnya retak, dan meja kursinya sudah tua. Tapi semangat belajar tidak pernah padam. Para guru membawa spidol dan kertas sendiri. Beberapa dari mereka bahkan merogoh kocek untuk beli alat tulis bagi murid. Mereka tidak menunggu bantuan. Mereka bertindak langsung. Tiap pagi, mereka berangkat lebih awal karena jalan menuju sekolah sulit dilalui kendaraan. Bahkan saat banjir, guru tetap hadir meski harus berjalan kaki berkilometer. Anak-anak pun jadi termotivasi. Mereka paham bahwa guru mereka tak pernah menyerah. Keteladanan seperti ini tak mudah ditemukan di kota besar.
Lebih dari sekadar menyampaikan materi pelajaran, guru di SDN Cigoong 1 juga menanamkan nilai kehidupan. Mereka mengajarkan sopan santun, rasa tanggung jawab, dan kerja sama. Di tengah keterbatasan alat, mereka mengandalkan cerita, lagu, dan permainan. Setiap anak diajak tampil di depan kelas, agar percaya diri. Ada yang awalnya pemalu, kini berani berbicara di depan teman. Bagi para guru, keberhasilan itu tak ternilai. Meskipun prestasi akademis penting, karakter lebih utama. Mereka yakin anak-anak ini akan tumbuh jadi pribadi tangguh. Bahkan beberapa murid kini bercita-cita menjadi guru juga.
“Simak juga: Ketua DPRD Jakarta: Pengusaha Lain Bisa Tiru Hipmi Jaya”
Sebagian besar guru honorer belum menerima gaji layak. Ada yang hanya dibayar Rp 300 ribu per bulan. Namun tidak ada keluhan. Mereka tetap tersenyum. Ketulusan menjadi bahan bakar utama. Banyak dari mereka tetap tinggal di desa, menyatu dengan warga. Kadang ikut panen, kadang membantu acara desa. Hubungan mereka bukan hanya antara guru dan murid, tapi juga bagian dari komunitas. Dukungan warga membuat mereka bertahan. Ketika sekolah butuh cat, warga patungan. Saat ada acara perpisahan, semua gotong royong. Pendidikan di sini tumbuh karena keikhlasan bersama.
Berkat dedikasi guru, banyak alumni SDN Cigoong 1 berhasil menempuh pendidikan lanjutan. Ada yang kini kuliah di universitas negeri. Ada pula yang sudah bekerja di kota. Mereka tidak lupa asalnya. Tiap libur, mereka datang kembali dan menyapa guru mereka. Beberapa bahkan menjadi relawan, membantu mengajar di hari libur. Anak-anak yang dulu tidak percaya diri, kini jadi panutan. Semua berawal dari ruang kelas kecil dan semangat besar para guru. Dampak itu tak hanya terlihat di murid, tapi juga di keluarga mereka. Pendidikan membuka wawasan, memberi pilihan, dan mengubah masa depan.
Meski sudah banyak yang dicapai, kebutuhan dasar sekolah ini belum terpenuhi. Guru berharap ada perhatian nyata dari pemerintah. Mereka tak meminta banyak. Sekadar ruang kelas layak, buku cukup, dan gaji yang pantas. Itu sudah cukup. Mereka ingin tetap mengajar tanpa khawatir soal logistik. Jika fasilitas terpenuhi, mereka bisa berbuat lebih banyak. Anak-anak pun bisa belajar dengan lebih nyaman. Pendidikan yang layak bukan soal kota atau desa. Ini soal kesetaraan dan masa depan bangsa. Guru SDN Cigoong 1 telah memberi bukti. Kini saatnya dukungan datang dari berbagai arah.