Colorado Action – Tak banyak yang tahu kisah di balik nama-nama besar dalam daftar The Alpha Under 40. Padahal, di balik prestasi gemilang. Ada perjuangan panjang. Kerja keras. Dan semangat pantang menyerah. Program ini memberi penghargaan kepada tokoh muda berpengaruh. Usia mereka di bawah 40 tahun. Namun dampak yang mereka hasilkan sangat besar. Baik dalam industri kreatif. Teknologi. Kesehatan. Maupun sosial. Setiap kisah menjadi inspirasi. Bagi generasi muda lainnya. Karena membuktikan bahwa usia muda bukan halangan. Untuk memberi kontribusi berarti. Bahkan untuk menciptakan perubahan di skala nasional. Atau bahkan internasional.
“Baca Juga : Budaya Nelayan Prigi Trenggalek Gelar Upacara Adat Larung Sembonyo, Makna Sedekah Laut”
Susi Natalia menjadi perhatian setelah karyanya tampil di Milan Design Week. Ia memulai karier dari studio kecil. Di rumah orang tuanya. Dengan modal seadanya. Namun ide-idenya selalu segar. Dan berbeda dari yang lain. Ia mengangkat tema lokal. Tapi membungkusnya dalam desain modern. Maka dari itu, karyanya mencuri perhatian pasar luar negeri. Selain itu, Susi aktif mengedukasi desainer muda. Ia mengadakan lokakarya gratis di berbagai kota. Sebagai bentuk kontribusi sosial. Kemudian, ia juga terlibat dalam program inkubasi UMKM kreatif. Dengan tujuan mengangkat potensi lokal. Kisahnya menunjukkan bahwa dedikasi. Dan keberanian bereksperimen. Bisa membawa hasil luar biasa.
David Armand memimpin sebuah startup teknologi kesehatan. Fokusnya menciptakan perangkat medis portabel untuk wilayah terpencil. Produk buatannya kini digunakan di lebih dari 14 provinsi. Bahkan di negara tetangga. Awalnya, David hanya mahasiswa teknik biasa. Tapi ia terinspirasi saat melihat keterbatasan fasilitas medis di kampung halamannya. Kemudian, ia merancang alat pemeriksaan jantung digital. Yang bisa dioperasikan tanpa listrik stabil. Dengan teknologi hemat energi. Ia berhasil menurunkan biaya diagnosis secara drastis. Selain itu, ia terus bermitra dengan rumah sakit kecil. Tujuannya agar teknologi tersebut menjangkau masyarakat paling rawan. Dedikasi dan inovasinya kini diakui dunia.
“Simak juga: Pendidikan Inklusif: Usulan Rp 100 Miliar untuk Sekolah Rakyat”
Anisa Mardhiyah lahir dan besar di daerah perbatasan. Di masa kecilnya, akses pendidikan sangat terbatas. Karena itu, ia mendirikan Yayasan Lentera Selatan. Yang kini mengelola lebih dari 40 taman baca. Dan pusat belajar informal. Anisa memulai semuanya sendiri. Dengan mendonasikan sebagian gaji sebagai guru. Lalu mengajak relawan. Hingga akhirnya memperoleh bantuan CSR. Selain itu, ia mengembangkan aplikasi belajar berbasis offline. Untuk anak-anak yang tidak punya internet. Maka dari itu, dampaknya sangat luas. Banyak anak putus sekolah kini kembali belajar. Kisah Anisa membuktikan bahwa satu orang bisa menciptakan perubahan. Jika tekad dan misi sosial menyatu.
Reza Arsyad mengangkat topik sosial lewat film pendek. Ia memproduksi film dengan modal minim. Tapi selalu berhasil menyentuh hati penonton. Filmnya tayang di berbagai festival internasional. Salah satunya Sundance. Karya Reza sering kali mengeksplorasi tema marginal. Seperti pekerja informal. Anak jalanan. Atau minoritas budaya. Karena itu, ia dijuluki sutradara suara bawah. Reza juga membimbing sineas muda. Melalui lokakarya film di komunitas. Bahkan ia mendirikan studio mini gratis. Untuk siapa saja yang ingin belajar. Selain itu, ia kini menulis buku tentang dokumentasi sosial visual. Maka dari itu, kontribusinya tak sekadar artistik. Tapi juga edukatif dan advokatif.
Lintang Sasmita adalah pendiri GreenerWaste. Startup yang mengubah limbah menjadi material bangunan ramah lingkungan. Ia memulai riset sejak kuliah. Lalu terus mengembangkan teknologi daur ulang plastik dan kaca. Kini produknya digunakan di berbagai proyek konstruksi hijau. Termasuk sekolah dan perumahan rakyat. Lintang tak hanya menjual produk. Tapi juga membina komunitas pemulung dan pengumpul limbah. Selain itu, ia mengembangkan pelatihan kerja. Agar masyarakat bisa ikut dalam proses produksi. Maka dari itu, GreenerWaste bukan hanya bisnis. Tapi gerakan sosial ekonomi berbasis lingkungan. Lintang percaya keberlanjutan harus dimulai dari industri kecil. Kisahnya jadi bukti kekuatan ide dan konsistensi.
Banyak program penghargaan berbasis usia. Tapi The Alpha Under 40 dianggap istimewa. Karena fokusnya bukan hanya pencapaian materi. Tapi juga dampak sosial dan inovasi. Para penerimanya berasal dari berbagai bidang. Sehingga memberi contoh luas kepada generasi muda. Selain itu, program ini juga menyediakan mentoring. Akses pendanaan. Dan jejaring internasional. Maka dari itu, banyak alumni program ini kemudian melesat. Menjadi pemimpin industri. Atau tokoh perubahan. Kehadiran program ini memberi semangat baru. Untuk muda-mudi Indonesia agar berani bermimpi. Dan bertindak nyata sejak usia muda. Karena kontribusi tidak menunggu umur.