Colorado Action – Kota Blitar punya cara unik menjaga kebersihan dan ketertiban. Polisi menggandeng komunitas pencak silat untuk turun langsung ke jalan. Mereka membersihkan lingkungan, mengecat tembok yang dicoret, dan memberi contoh positif bagi warga. Kolaborasi ini tumbuh dari kesadaran bersama. Mereka ingin kota lebih nyaman dan jauh dari konflik. Dengan saling percaya dan kerja nyata, keduanya membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari hal sederhana. Tidak ada seremonial, yang ada hanya aksi nyata setiap pekan.
Polisi dan pesilat sebenarnya punya keresahan yang sama. Sampah menumpuk di trotoar. Coretan merusak fasilitas umum. Banyak warga mulai tidak peduli. Maka, mereka bertemu dan berdiskusi. Dari situ muncul ide bersih-bersih bareng. Kegiatan dimulai dari satu RW, lalu menyebar ke wilayah lain. Setiap pekan, mereka menyapu jalan, merapikan taman, dan mengecat ulang pagar sekolah. Lama-lama warga tertarik dan ikut terlibat.
“Baca Juga : Hukum dan Kebijakan Publik Dalam Membangun Keadilan Sosial Serta Kesetaraan Gender”
Polisi tak hanya memberi komando. Mereka ikut membawa sapu dan mengangkat sampah. Saat kerja bakti, mereka berbagi cerita dan bercanda dengan warga. Suasana jadi hangat. Anak-anak pun tidak takut lagi melihat seragam polisi. Petugas juga menyisipkan edukasi tentang bahaya kenakalan remaja. Di sela kegiatan, mereka mencontohkan pentingnya hidup bersih dan saling menghargai. Cara ini jauh lebih efektif daripada sekadar menegur atau menindak.
Dulu, pencak silat di Blitar kerap dikaitkan dengan gesekan antarperguruan. Tapi kini, citra itu mulai berubah. Para pesilat ikut membersihkan jalan dan membantu warga tanpa pamrih. Mereka datang memakai seragam latihan, bukan untuk bertanding, tapi untuk berkontribusi. Masyarakat mulai melihat silat sebagai kekuatan sosial, bukan ancaman. Bahkan, anak-anak yang tadinya ragu, kini ingin bergabung ke perguruan karena melihat sisi positifnya.
“Simak juga: Inspirasi Gaya Hidup Inspiratif Selebgram Veve”
Warga merasa terbantu dan semakin terlibat. Beberapa pemilik warung menyumbang makanan ringan. Ibu-ibu menyiapkan air minum dan kopi. Anak-anak membawa kantong sampah dari rumah. Gerakan ini tumbuh jadi budaya baru di lingkungan. Beberapa RT mulai meniru dan mengadakan kegiatan serupa. Setiap kegiatan ditutup dengan doa bersama dan ramah-tamah. Warga tidak lagi merasa kegiatan bersih-bersih itu membosankan.
Melihat hasil nyata di Blitar, beberapa kota lain mulai menghubungi pihak kepolisian untuk meniru program ini. Kolaborasi ini dinilai sederhana tapi berdampak besar. Karena itu, Blitar jadi contoh bahwa pendekatan sosial bisa lebih kuat daripada pendekatan hukum semata. Selama ada niat baik dan kerja sama, kota mana pun bisa berubah jadi lebih bersih dan rukun.