Colorado Action – Yayasan Habitat kembali menarik perhatian dengan proyek pembangunan 1.000 rumah. Proyek ini berlangsung di beberapa wilayah terpencil di Indonesia. Tim relawan dan pekerja lapangan bekerja tanpa henti demi mewujudkan hunian layak. Dalam kunjungan langsung ke lokasi, suasana kerja terlihat padat dan penuh semangat. Banyak relawan berasal dari berbagai latar belakang dan daerah. Misi utama proyek ini adalah menyediakan rumah aman dan sehat bagi keluarga prasejahtera. Proses pembangunan tidak hanya cepat tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan sekitar.
“Baca Juga : Beberapa Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang Memicu Polemik di Masyarakat”
Pembangunan dilakukan di beberapa titik seperti Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Tengah. Masing-masing lokasi menghadirkan tantangan medan yang berbeda. Di NTT, medan berbatu dan kering menyulitkan penggalian pondasi. Sementara di Kalimantan, pekerja menghadapi lahan gambut yang licin dan tidak stabil. Tantangan ini tidak membuat semangat tim menyurut. Sebaliknya, mereka melakukan adaptasi dengan metode lokal yang efisien. Warga sekitar juga dilibatkan agar pembangunan berjalan sesuai kebutuhan komunitas. Sinergi antara pekerja profesional dan penduduk lokal menjadi salah satu kunci keberhasilan proyek ini.
Meski menggunakan teknologi sederhana, proses pembangunan berlangsung cepat dan rapi. Yayasan Habitat mengadopsi sistem panelisasi untuk mempercepat perakitan dinding rumah. Panel dibuat lebih dahulu di tempat terpisah, kemudian dirakit langsung di lokasi. Metode ini mengurangi waktu kerja di lapangan hingga 30 persen. Selain itu, fondasi rumah dibuat dengan campuran semen dan abu vulkanik. Bahan ini dinilai lebih kuat dan tahan lama terhadap gempa. Teknologi yang digunakan juga ramah lingkungan dan mudah dipelajari warga. Semua proses didokumentasikan dengan baik untuk kebutuhan evaluasi ke depan.
“Simak juga: Melati Eks JKT48 Ubah Popularitas Jadi Bisnis Kuliner”
Setiap pembangunan rumah melibatkan partisipasi aktif dari warga sekitar. Mulai dari membantu mengangkat material hingga merakit dinding rumah secara gotong royong. Anak-anak muda dilibatkan dalam pelatihan kerja bangunan sederhana. Mereka mendapatkan keahlian dasar seperti mengukur, memaku, dan mengecat. Sementara itu, ibu-ibu menyediakan logistik untuk para relawan. Semua elemen masyarakat merasa menjadi bagian penting dari perubahan ini. Pendekatan partisipatif ini memperkuat rasa kepemilikan terhadap rumah baru mereka. Tidak hanya menerima, warga juga turut membangun dan menjaga hasil pembangunan tersebut.
Di balik setiap rumah yang dibangun, terdapat kisah keluarga yang menyentuh hati. Salah satunya adalah keluarga Pak Andi yang telah tinggal di rumah gubuk selama 15 tahun. Kini, mereka menempati rumah permanen dengan dua kamar dan satu ruang keluarga. Anak-anak Pak Andi tidak lagi belajar dalam keadaan bocor dan pengap. Ada pula Ibu Yuni, janda dua anak, yang kini memiliki rumah dengan dapur layak. Sebelumnya, ia memasak di tanah beralaskan batu bara dan plastik bekas. Cerita-cerita seperti ini banyak ditemukan di setiap lokasi pembangunan.
Selama pembangunan berlangsung, tim pengawasan dari Yayasan Habitat rutin melakukan evaluasi lapangan. Mereka memeriksa kualitas material, ketepatan waktu, serta keterlibatan warga. Setiap rumah dilengkapi dengan sertifikat kelayakan bangunan setelah diselesaikan. Evaluasi ini dilakukan secara transparan dengan melibatkan perwakilan warga. Bahkan, ada sesi khusus untuk menerima saran dari masyarakat penerima manfaat. Transparansi ini menjamin proyek berjalan sesuai standar dan tidak melenceng dari tujuan utama. Hasil evaluasi juga menjadi dasar untuk meningkatkan kualitas pembangunan di proyek selanjutnya.
Melalui proyek 1.000 rumah ini, Yayasan Habitat ingin menanamkan harapan baru bagi keluarga miskin. Rumah bukan sekadar tempat berteduh, tetapi juga ruang untuk memulai hidup baru. Pembangunan rumah diikuti dengan pelatihan kewirausahaan bagi kepala keluarga. Mereka diajarkan cara mengelola keuangan dan mencari penghasilan tambahan. Anak-anak juga didorong untuk kembali ke sekolah dan melanjutkan pendidikan. Harapan ini menjadi benang merah dalam setiap proses yang dijalankan. Rumah-rumah tersebut berdiri tidak hanya sebagai bangunan fisik. Mereka juga menjadi simbol transformasi dan harapan bagi masa depan yang lebih baik.